Saatnya Ubah KK Freeport Jadi IUPK

24-02-2017 / KOMISI VII

Bila ingin terus beroperasi di Indonesia, PT. Freeport Indonesia harus merubah perjanjian operasionalnya dari rezim kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Komisi VII DPR RI mendukung sikap pemerintah atas upaya perubahan tersebut.

 

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna, Kamis (23/2/2017). “Kita negara berdaulat. Kedaulatan negara harus tetap terjaga. UU No.4/2009 tentang Minerba mengamanatkan dua hal. Pertama, hilirisasi, yaitu kita ingin nilai tambah itu ada di dalam negeri. Kedua, soal rezim yang selama ini KK akan mengarah ke IUPK.”

 

Menurut Anggota F-Gerindra ini, Freeport sebenarnya sudah diberi kelonggaran untuk membangun smelter bila ingin mempertahankan KK-nya. Kesempatan pertama diberikan pemerintah hingga 2014 untuk membangun smelter. Tapi tak dibangun. Lalu, diberi kesempatan lagi tiga tahun hingga Januari 2017. Ternyata, tak kunjung dibangun. “Faktanya, Freeport belum juga menyelesaikan smelter yang mereka janjikan. Nol persen secara fisik,” ungkap Irawan.

 

Setelah dimanjakan dengan kelonggaran waktu membangun smelter, maka tak ada pilihan lain selain merubah KK menjadi IUPK. Ini sudah amanat UU Minerba sekaligus juga UUD NRI Tahun 1945. “Sesungguhnya pemerintah bukan memaksa Freeport jadi IUPK. Itu pilihan. Kalau mau KK, selesaikan smelter. Tapi kalau tidak bisa membangun smelter dan tetap ingin berproduksi harus dirubah jadi IUPK,” tandasnya lagi.

 

Sudah dua kali Freeport melanggar soal pembangunan smelter. Untuk itu, sekali lagi harus mengkonversi diri menjadi IUPK. Freeport sendiri sebtulnya sudah mengajukan IUPK pada 26 Januari. Lalu, pada 10 Februari, Kementerian ESDM sudah menerbitkan izin itu. Jadi, sekarang rujukannya adalah IUPK pada 10 Februari itu. Meskipun Freeport tidak menerima karena ingin mensyaratkan adanya stabilitas, kepastian investasi, dan kepastian hukum.

 

Sementara soal divestasi saham Freeport, lanjut Irawan, sikap pemerintah sudah benar dengan merujuk pasal 33 UUD. Tuntutan divestasi saham 51 persen merupakan tuntutan rakyat dan itu bentuk kedaulatan negara atas sumber daya alamnya. Kalau kemudian Freeport mengancam ke Mahkamah Arbitrase, kata Irawan, itu hal biasa setiap kali kontrak akan berakhir dan belum menemukan titik temu. “Sikap pemerintah kita dukung. Ke arbitrase hanya kalau ada perselisihan,” imbuhnya.

 

Mengomentari ancaman PHK besar-besaran oleh Freeport bila tak mendapat perpanjangan kontrak, Komisi VII sudah mengeluarkan kesimpulan rapat saat mengundang Dewan Komisaris Freeport ke DPR. Dalam kesimpulan rapat disebut, selama Freeport belum menemukan solusi terbaik atas nasib kontraknya, dilarang mem-PHK karyawan. (mh) foto: Jaka/od.

 

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...